Dosen UGM Teliti Kejadian Hiperlasi Neo Intimal Usai Pasang Ring Jantung

Penyakit jantung koroner adalah penyakit yang ditandai dengan adanya plak atau kerak aterosklerosis pada pembuluh darah arteri koroner sehingga pembuluh darah jadi menyempit sehingga menimbulkan gejala nyeri dada mendadak. Indonesia menempati rangking ke-61 dunia dari negara yang penduduknya meninggal akibat penyakit jantung koroner.

Salah satu upaya pengobatan penyakit ini disamping pemakaian obat-obatan adalah tindakan bedah pintas koroner, angioplasti dengan balon atau pemasangan stent (ring jantung). Beberapa tahun belakang ini, penggunaan stent untuk pengobatan jantung koroner di Indonesia semakin meningkat pada era jaminan kesehatan nasional menambah biaya yang harus ditanggung BPJS. Oleh karena itu, perlu upaya awal deteksi penyakit jantung koroner dengan menggunakan biomarker yang mempunyai peran penting dalam inisiasi dan resolusi inflamasi setelah adanya jejas vaskular.

Dosen spesialis penyakit jantung FKKMK UGM, dr. Hariadi Hariawan, Sp.PD, SpJP (K)., mengatakan pemasangan stent bare metal (BM) diketahui memberi manfaat klinis, namun masih diikuti dengan terjadinya hiperplasi neo-intimal pada pembuluh darah yang dipasang stent karena adanya migrasi dan proliferasi dari sel otot polos vaskular. “Untuk mengetahui efek dari pemasangan stent BM ini perlu dilakukan penelitian kejadian hiperlasi neo intimal pada hewan yang dipasang stent bare metal,” katanya dalam ujian terbuka promosi doktor di Ruang Auditorium FKKMK, Kamis (29/11).

Hariadi sendiri telah melakukan percobaan pada sepuluh kelinci, 6 kelinci dilakukan pemasangan stent BM dan empat kelinci sebagai kontrol tanpa stent. Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan darah miRNA dan sitokin iflamasi. “Dari sampel darah dilakukan pemeriksaann miRNA-2, miRNA-24, IL-6 dan IL-8 dan jaringan pembuluh darah aorta abdominalis dilakukan pemeriksaan patologi anatomi untuk mellihat adanya hiperplasia neointima,” katanya.

Dari penelitian ini diketahui pada kelinci yang dipasang stent BM didapatkan peningkatan rasio miRNA-21/miRNA-24 pada hari ke-7, “Terjadi peningkatan hiperplasi neo-intimal dari kategori ringan menjadi kategori sedang,” kata Hariadi

Hariadi menambahkan, pada hari ke-28 terdapat penurunan rasio miRNA, tetapi terjadi peningkatan hiperplasi neointimal dari ketagerio sedang ke kategori berat,”Kemungkinan hal ini disebabkan peran miRNA lain yang memengaruhi terjadinya hiperplasi neo-intimal,” katanya.

Meski baru penelitian awal, Hariadi mengatakan perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan hewan coba yang lebih mendekati kemiripan terhadap anatomi manusia seperti makak atau babi. “Selain itu penelitian juga sebaiknya menggunakan stent yang dilapisi dengan obat,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.