Tantangan Generasi Milleniel di Era Disrupsi

Revolusi industri 4.0 mendorong terjadinya disrupsi dalam berbagai bidang yang memberikan tantangan dan peluang, termasuk bagi generasi milenial.

“Saat ini kita mengalami dua disrupsi yang luar biasa yaitu bidang teknologi karena revolusi industri 4.0 dan gaya hidup karena adanya perubahan generasi yang menyebabkan perubahan gaya hidup,” papar Chairman CT Crop, Chairul Tanjung saat mengisi Executive Lecture Series yang digelar Pusat Studi Kebijakan dan Kependudukan (PSKK) UGM, di University Club UGM, Jum’at (30/11).

Dia menyebutkan perubahan terjadi begitu cepat akibat disrupsi. Tren perkembangan teknologi juga telah bergeser sehingga perusahaan teknologi digital merajai ekosistem dan ekonomi dunia.

Misalnya, perusahaan General Electric (GE) dulu mampu menguasai dunia. Namun, saat ini perusahaan berbasis teknologi seperti Google, Facebook, dan lainnya yang menjadi penguasa ekonomi dunia.

Tak hanya itu, lanjutnya, terjadi pergeseran terhadap nilai perusahaan. Jika dulu nilai perusahaan ditentukan oleh fisik seperti tanah, bangunan dan lainnya. Namun, saat ini data menjadi aset paling bernilai bagi perusahaan.

Perubahan-perubahan tersebut, dikatakan pria yang akrab disapa CT ini, menimbulkan dampak pada generasi milenial. Menurutnya, generasi milenial memiliki jiwa wirausaha yang tinggi, namun lemah dalam eksekusinya.

“Di era ini mudah menjadi pengusaha karena kemajuan teknologi. Hanya saja generasi milenial tingkat kesuksesan usahanya masih rendah karena faktor gaya hidup yang masih konsumtif,” jelasnya.

Tantangan lain, lapangan pekerjaan menjadi semakin berkurang akibat kemajuan teknologi. Diperkirakan setidaknya 5 juta orang akan kehilangan pekerjaan akibat otomasi.

CT mengatakan di era ini banyak investor asing yang masuk ke Indonesia sehingga investor lokal juga kalah bersaing. Ditambah dengan kontribusi sektor industri yang terus menurun.

“Karenanya perlu perubahan paradigma, pola pikir di era perubahan ini,” tegasnya.

Sebelum era digital, untuk menjadi pemenang hanya perlu lebih efisien dan produktif. Namun, untuk saat ini agar bisa memenangkan kompetisi perlu inovasi, kreativitas, serta enterpreneurship.

“Kalau saat ini dengan efisien dan produktif hanya bisa untuk bertahan saja, tetapi untuk menang perlu inovasi, kreativitas, dan enterpreneurship,” tandasnya.

Oleh sebab itu, kata dia, dibutuhkan adanya evolusi dalam sistem pendidikan di Indonesia untuk menghasilkan sumber daya manusia yang unggul. Sistem pendidikan menekankan pada aspek kreativitas, inovasi, dan kewirausahaan. Langkah tersebut diharapkan mampu untuk menghadapai tantangan perubahan zaman.

“Ini fungsi pendidikan dan UGM diharapkan bisa menghasilkan sumber daya manusia unggul yang produktif, efisien, kreatif, inovatif, serta berjiwa wirausaha sehingga penting bagi UGM melakukan perubahan paradigma ini,” tuturnya.

Di akhir paparannya dia tidak lupa mengajak dan mendorong mahasiswa untuk terjun ke dunia usaha. Menurutnya, semua orang bisa menjadi pengusaha asal bisa membaca dan menangkap peluang.

“Semua bisa jadi pengusaha asal bisa membaca dan menangkap peluang. Kalau tidak ada peluang maka ciptakanlah peluang,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.