“Apabila kami dengan sangat meminta pendidikan dan pengajaran bagi gadis-gadis bukanlah sekali-sekali kami hendak menjadikan anak-anak perempuan itu saingan orang laki-laki dalam perjuangan hidup ini, melainkan karena kami hendak menjadikan perempuan itu lebih cakap melakukan kewajibannya, yaitu kewajiban yang diserahkan oleh alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu-pendidik manusia yang pertama.”
-R.A. Kartini

Seratus tiga puluh lima tahun yang lalu, lahir ke bumi ini seorang ibu, yang dengan sepenuh hati dan tekadnya berani berjuang untuk sebuah kata : kesetaraan. Tapi tahukah teman-teman bahwa lebih dari itu ia adalah tonggak pendidikan, kritikus bergerigi, ibu bermental ksatria yang pada akhirnya kembali lagi pada suatu kodratnya : wanita. Ya, ia adalah seorang wanita yang memperjuangkan tidak hanya kepentingan wanita pada zamannya saja, tetapi juga pengaruh sosial-kebudayaan dalam anekdot pemerintahan yang carut-marut waktu itu. Yang orang tahu mungkin R.A. Kartini hanyalah sosok perempuan penegak pejuang kesetaraan gender. Namun lebih dari itu, pemikiran-pemikiran beliau tentang hal lainnya juga merupakan sumbangsih yang besar bagi negeri kita. Let’s take a look!

Kritikus Agama

Kartini yang tumbuh dalam keluarga ningrat di bawah pengaruh agama, Islam tepatnya, mengungkapkan berbagai pemikirannya tentang agama. Ia sering kali bertanya mengapa agama harus dilafalkan dan dihafalkan tanpa dipahami maksudnya. Ia mengungkapkan tentang pandangan bahwa dunia akan lebih damai jika tidak ada agama yang sering menjadi alasan manusia untuk berselisih, terpisah, dan saling menyakiti. “…Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu…

Sejenak kalau kita renungkan mungkin kita bingung dengan pendapat Kartini tersebut. Ya gimana coba, masa sepenggal pendapatnya mengatakan bahwa dunia akan lebih damai jika tidak ada agama??? Jangan emosi dulu ya, tenang aja dia bukan tokoh atheis kok hehehe…

So, dalam analisis saya Kartini tuh merefleksikan keadaan pada saat itu. Kita bisa bayangin kan orang-orang pada zamannya memang sering berselisih karena urusan agama, bahkan kadang saling membunuh padahal mereka seagama. Apaan banget kan? Nah itu dia saya juga bingung hehehe. Tapi temen-temen, ada baiknya kalau kita mengaitkan pandagan besar Kartini itu dengan keadaan saat ini, di tahun 2016.

Berapa banyak kasus pelecehan agama, penodaan terhadap agama, pelarangan ibadah atau pembangunan rumah ibadah, intoleransi antarumat, pertentangan yang berujung pada anarkisme? Apakah cuma sekali, dua kali, atau beberapa kali? Nope…. Sering, bahkan sangat sering. Pasti temen-temen udah tau kalo kasus bom di gereja, konflik horizontal di berbagai daerah, konflik perebutan lahan makam, dll. Nah itu cuma sebagian contoh kecil yang bisa kita liat dalam kehidupan sehari-hari. Saya tentunya di sini tidak sedang menghakimi kejadian-keajdian tersebut sebagai kesalahan pihak tertentu. Tapi saya bicara di sini lebih ingin berbagi pemikiran saya tentang masalah ini, dikaitkan dengan pemikirian Kartini tersebut. Hmm…seharusnya memang agama yang diturunkan Tuhan ke muka bumi ini (apapun agamanya, dan bagaimanapun penafsiran orang tentang agamanya masing-masing) harusnya menjadi sebuah instrumen atau alat bagi manusia untuk memasuki dunia spiritual (bukan dunia gaib atau dunia magic loh :)). Yeah, agama memang harusnya menjadi sebuah alat yang selain menghubungkan manusia dengan Tuhannya , tetapi juga hubungan antar manusia .

Kalau saat ini kita lihat adanya agama sering dijadikan alasan bagi segelintir orang untuk saling memprovokasi, berselisih, terpisah, dan saling menyakiti. Mungkin sekilas kita tidak setuju dengan pendapat Kartini yang mengatakan bahwa tanpa agama hidup kita akan lebih ‘damai’. Tapi coba kita telusuri maksud dari pemikiran Kartini tersebut. Mungkin yang ada di benaknya adalah “Wah kok orang pada berantem gara-gara agama ya, gue jadi bingung nih. Coba kalo gak ada agama, mungkin ga ada perselisihan dan semuanya jadi lebih damai yaa”. Kartini sekali lagi, jelas bukan atheis. Kita yang sekarang hidup di tahun 2016 harusnya bisa menilai dan menerapkan nilai tersebut dalam kehidupan kita. Pesan Kartini sebenernya jadi lebih simpel begini “Ya pokoknya agama itu kan diciptakan untuk memelihara kedamaian, mbok ya damai toh jangan bertengkar melulu, apalagi dengan alasan agama” . Begitu kurang lebih pesan yang ingin disampaikan Kartini kepada kita generasi muda.

So, apa pelajaran yang bisa dipetik dari sepenggal pemikiran Kartini itu?

  • Kita sebagai generasi muda harus lebih bijak dalam beragama. Maksutnya, kita harus pandai-pandai memisahkan mana masalah yang perlu dikaitkan dengan agama, dan mana yang tidak perlu. Tentu bukan maksud saya mengatakan bahwa “tidak semua masalah mesti diselesaikan dengan agama”. Absolutely bukan itu hehe. Tentu kalo seperti itu salah ya…agama kan dilahirkan untuk menyelesaikan masalah-masalah manusia di muka bumi. Tapi poin intinya adalah : ya jangan sampai kita memancing perselisihan dengan mengaitkan isu agama, padahal hal tersebut nggak perlu. Lebih berhati-hati dalam bicara dan jangan sampai menyakiti perasaan orang lain.
  • Ini refleksi bagi kita untuk menghargai perbedaan. Ingat loh, kita semua itu berbeda. Biarpun saya sama Anda yang lagi membaca artikel ini seagama, kita sangat mungkin mempunyai pemikiran yang berbeda. So, sebenernya berbeda itu baik temen-temen! Justru dengan adanya perbedaan itu kita bisa lebih menghargai dan belajar dari kekurangan dan kelebihan diri sendiri dan orang lain. Begitupun dengan agama. Kita bisa belajar bahwa di dunia ini tidak cuma ada orang-orang yang segama dengan kita, tapi juga ada orang berbeda agama yang tentunya pengen hidup tenang juga dong hehe..
  • Tunjukkan loyalitas kita terhadap agama kita. Tentunya melalui real action ya… Maksud saya di sini adalah jangan sampai orang lain memandang kesalahan-kesalahan yang kita lakukan sebagai kesalahan ‘umat agama’ kita. Naudzubilah min dzaliq yaaa temen-temen. makanya saya sangat mengecam orang-orang yang bom sana bom sini tanpa pikir panjang. Tentu hal ini berlaku bagi semua agama ya… Loyalitas di sini adalah kesetiaan kita terhadap agama kita dengan menjaga akhlak dan perilaku kita. Dengan begitu, kan orang yang berbeda agama akan menilai dengan lebih objektif dan tidak mudah menuduhkan suatu prasangka terhadap agama kita.
  • Jangan gampang kepancing! Ini nih yang paling susah.. Saya akui sih memang, pemuda itu kan jiwanya sedang bergejolak, penuh dengan gelombang-gelombang semangat yang membara. Nah, sayangnya banyak di antara temen-temen kita yang saking semangat mudanya bergelora, tidak pernah berpikir panjang sebelum melakukan suatu tindakan. Bakar sana bakar sini. Ejek sana ejek sini. Provokasi. Makanya kalau mendengar isu yang tidak enak tentang ‘penghinaan agama’ kita, yah dicek dulu kebenarannya. Lagipula, di zaman modern ini pembelaan terhadap agama tidak harus selalu dengan ‘memberi pelajaran’ apalagi dengan otot ya. Kita bisa melakukannya dengan cara berkelas dan elegant : berkarya dan berkontribusi bagi agama kita. Agama apapun pasti mengajarkan kebaikan. Saya percaya itu, ya nggak??

Pada akhirnya, kita memang harus melihat lebih dalam makna dari quoteKartini dan mengamalkannya. Agama bukanlah alat untuk menjadi alasan untuk berbuat dosa, tapi untuk menjaga kita dari dosa-dosa. Got it? I hope so….

Pemimpi yang Hebat

Kartini memang salah satu wanita tergila di zaman penjajahan. Loh kenapa dibilang gila? Jelas karena ide-idenya hehe… ya bayangin aja, orang wanita pada saat itu kerjanya ya menuruti ‘takdir’ yang menyamar dalam bentuk budaya (maksudnya ngangguk2 aja disuruh kawin muda, tinggal di rumah ngurus anak, dan tidak mengenyam pendidikan). Dia adalah sosok hebat yang berani mendobrak teori konvensional perempuan Jawa saat itu yang berada di bawah bayang-bayang kelam dominasi lelaki. Nah hal yang seperti ini jelas harus dijadikan teladan oleh seluruh kita generasi muda, baik laki-laki maupun perempuan….

Pemikiran-pemikiran Kartini yang beyondtentu dilatarbelakangi oleh kondisi yang memang menyulitkannya, bahkan bisa dibilang menghentikan mimpinya untuk mengenyam pendidikan. Kartini berangkat dari sebuah mimpinya yang besar yang memimpikan adanya sebuah komunitas yang bisa mengakomodasi pemikiran perempuan yang briliiant. Dia memimpikan adanya sebuah generasi yang di dalamnya perempuan bisa tetap menghargai kodratnya sebagai wanita dan melaksanakan tugasnya sebagai penyelaras utama dalam rumah tangga, sekaligus menjadi kontributor dalam kemajuan bangsa yang hal tersebut hanya bisa dicapai dengan adanya pendidikan yang sepadan.

Mimpi Kartini itu tentu mengajarkan kita banyak hal:

  • Untuk menciptakan kondisi ideal yang kita impikan, kita harus pandai menganalisis status quo (kondisi saat ini). Kita harus bisa memunculkan pikiran-pikiran kreatif, analitis, dan kritis. Ini bukan berarti kita tidak mensyukuri keadaan status quo Maksud saya di sini adalah kita harus berani melakukan reformasi terhadap apa yang sudah kita capai dan apa yang belum kita capai. Kita bisa mulai mengintrospeksi kelebihan dan kekurangan kita. Sudah pantaskah kondisi diri kita untuk mencapai impian yang kita inginkan.
  • Bermimpilah, berpikirlah! Sebagai generasi muda kita tentu diharapkan bisa membangun negara ini ke arah yang lebih baik. Dan salah satu yang bisa dicapai adalah melalui pendidikan. Jangan ragu menciptakan berbagai imajinasi dan mimpi-mimpi! Ingat! Realisasi yang kita rasakan saat ini : adanya hak perempuan dalam pendidikan, juga merupakan hasil dari mimpi Kartini. Berarti sebenarnya nggak ada yang nggak mungkin, right?
  • Jangan underestimateorang yang kritis! Mungkin tanpa kita sadari kita sering memandang sebelah mata orang-orang yang visioner tentang kehidupan negara kita. Kalau saran saya sih, kalau memang tidak suka sebaiknya kita diam saja. Jangan memprovokasi apalagi sampai membatasi ruang gerak berpikir mereka. Bangsa yang besar dimulai dari masyarakat yang kritis dan bisa melihat apa yang dibutuhkan bangsanya, kemudian berusaha memberikannya. Toh kita bisa belajar banyak dari orang yang mempunyai pandangan jauh ke depan seperti itu. Hal ini bisa membuka pikiran kita dan menarik banyak pelajaran.

Pendidikan Moral

Banyak dari kumpulan surat-surat Kartini yang berisi kondisi sosial masyarakat pribumi. Dia juga menerangkan keinginannya untuk belajar di Belanda, walaupun pada akhirnya belum bisa tercapai. Tapi yang paling astonishing adalah konsepsinya tentang Religieusiteit, Wijsheid en Schoonheid (yaitu Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan), ditambah dengan Humanitarianisme (perikemanusiaan) dan Nasionalisme (cinta tanah air). Kartini membuktikan kepada kita bahwa ia, selain seorang pejuang kesetaraan gender, juga merupakan sosok ibu penegak moral yang tangguh.

Coba yuk kita analisis konsepsi Kartini tersebut tentang moral:

  • Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan :Ketiga hal ini tentunya tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu kesatuan yang erat. Pendidikan moral dalam institusi pendidikan harusnya mencakup ketiga hal ini secara menyeluruh. Tentunya sekarang masih cukup sulit untuk menemukan hasil dari konsepsi tersebut dalam kehidupan. Karena sedihnya, sekolah formal saat ini banyak yang melupakan pendidikan moral. Mereka bangga akan kepiawaian dan kehandalan matematika, fisika, ekonomi, tetapi lupa konsepsi dasar dari pendidikan itu sendiri : membentuk generasi yang bijaksana, mampu menciptakan keindahan, serta mampu menjadikan pendidikannya sebagai sarana ibadah kepada Tuhan.
  • Humanitarianisme :Yang satu ini juga masih rentan ya sepertinya pelaksanannya. Nilai-nilai kemanusiaan tentu sangat penting. Apalagi kita sebagai manusia, ya harus memiliki sifat kemanusiaan. Kalau tidak, masa mau memiliki sifat kebinatangan? Jangan sampe ya… Tentu sifat kemanusiaan yang dimaksud disini adalah keadaan ‘memanusiakan’ pribadi kita dengan menggunakan tubuh, pikiran, dan perasaan kita secara selaras sesuai anugerah-Nya. Kita harus mengedepankan budaya toleransi dan saling berbagi tentunya untuk meciptakan adanya nilai-nilai kemanusiaan ini. Yah tentunya kalau seperti ini jangan lagi ya bersikap ‘kebinatang-binatangan’. Maksudnya ya kita harus lebih manusiawi dalam mengambil keputusan ?
  • Nasionalisme: Nah yang satu ini nih yang sering dianggap sempit oleh sebagian, bahkan kebanyakan orang. Nasionalisme yang dibawa oleh Kartini adalah kontribusi terhadap bangsa dalam berbagai hal, sehingga dapat menciptakan keadaan yang lebih baik dan ideal sesuai kebutuhan bangsa kita. Cukup clear kan tuh? So…..yang penting ya kita belajar dan berkarya dengan benar dulu deh, itulah nasionalisme!

Mungkin cukup sekian dulu ya artikel tentang Kartini kali ini. Peringatan Hari Kartini yang selalu dirayakan tiap tahun tentu harus jadi momentum besar bagi kita untuk belajar, dan tidak sekedar membuat perayaan atau festival meriah tanpa mampu mengambil pelajaran di dalamnya. Dan yang paling penting, jangan pernah malu atau segan belajar dari orang-orang yang telah hidup lebih dulu dari kita dan memiliki pemikiran yang visioner. Dari situ, kita bisa menjadi generasi yang mampu melangkah ke depan dengan bijak dan menciptakan kondisi ideal bagi negeri kita.

Satu hal : Kartini tidak hanya membuktikan dirinya sebagai pejuang kesetaraan gender, tapi juga penegak moral, pemikir kritis yang membawa banyak perubahan bagi bangsa ini. Patu dicontoh tuh! Hehehe

Warm regards,

Bagas Putra Pratama

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.